Project

Profile

Help

Task #8970

closed

Melaporkan Hoax

Added by Fauzi Romadhon (fauzi247b@gmail.com) from Fauzi Romadhon over 4 years ago. Updated over 4 years ago.

Status:
Closed
Priority:
Normal
Assignee:
Category:
-
Start date:
03/20/2020
Due date:
% Done:

100%

Estimated time:
Company:
Fauzi Romadhon
Contact person:
Fauzi Romadhon
Additional contact persons:
-

Description

Baca nambah wawasan hadapi sekarang semua2 jadi globalisasi

Biar kita tidak jadi rakyat bangsa -> yg di ibaratkan seperti katak dalam
tempurung

COVID-19: Vaksinasi dan Uang Digital

Oleh: Ndaru Anugerah

Pada bagian pertama tulisan, saya sudah ungkapkan tentang asal muasal dan
skenario panik yang dimainkan lewat COVID-19 ini.

Skenario panik global akan memunculkan kekacauan dan juga keputusasaan. Dan
menurut rumusannya, orang yang panik akan lebih mudah dimanipulasi oleh
pihak yang dari awal merencanakan agendanya.

Siapa whistle blower dari panik global ini?

Tak lain adalah badan kesehatan dunia, tepatnya Tedros Adhanom Ghebreyeus
sebagai Sekjen WHO saat ini. Tanpa pikir panjang, setiap negara ditekan
habis-habisan dengan harapan segera menetapkan status tanggap darurat atas
pandemi global COVID-19.

Siapa Tedros? Pada lain tulisan saya akan mengulasnya.

Padahal status tanggap darurat atas pandemi global COVID-19 jelas
mengada-ada.

Kenapa?

Pertama, status tersebut hanya mungkin diterapkan jika dan hanya jika,
tingkat kematian akibat infeksi telah mencapai angka lebih dari 12%

Mari kita lihat datanya.

Berdasarkan data yang dirilis oleh John Hopkins University, kasus COVID-19
telah mencapai 156.112 kasus di seluruh dunia (total 141 negara), dengan
73.955 orang berhasil recover dan 5.829 orang mati (15/3). Artinya, tingkat
kematiannya hanya 3,7%.

Di benua Eropa, bahkan tingkat kematiannya hanya 0,4%, dengan tingkat
kematian terbesar ada di Italia yang mencapai sekitar 6,3%. Kenapa demikian
banyak angka kematian di Italia? Karena Italia adalah negara kedua di Eropa
yang menandatangani agreement dengan China lewat proyek BRI-nya.

Bahkan China, tempat dimana COVID-19 muncul ke permukaan, disaat peak
season-nya, tingkat kematian hanya menyentuh angka 3%. Masih jauh dari
angka 12%.

Dan yang kedua, para ahli biotek China dan Jepang berkali-kali mengatakan
bahwa COVID-19 generasi pertama yang menghantam China dan negara-negara
sekitarnya (Korea Selatan, Jepang, Hong Kong) serta korban yang terinfeksi
dibelahan dunia lainnya, 99,9% merupakan genom Mongoloid.

Nah kalo China yang bergenom Mongoloid, yang awalnya disasar COVID-19 kini
telah pulih, (karena mereka mengkonsumsi obat yang disebut Interferon Alpha
2B (IFNrec) yang didatangkan khusus dari Kuba), ngapain juga dunia harus
panik plus pakai acara lockdown segala?

Ini artinya, status yang disematkan Tedros atas COVID-19 jelas mengada-ada
alias lebay

Apakah Tedros sebagai peniup pluit nggak punya agenda terselubung dibalik
upayanya membuat situasi dunia panik?

Tentu sebaliknya, Rudolfo

Inilah yang akan saya ulas pada tulisan kedua ini.

19-25 September 2019. Bertempat di New York sebuah aliansi yang bernama
ID2020 yang disponsori oleh World Economic Forum, mengadakan Konferensi
Tingkat Tinggi tentang Dampak Pembanguan Berkelanjutan dengan tema: “Rising
to the Good ID Challenge”.

Nah hasil pertemuan tersebut kembali dimatangkan di Davos, Swiss pada
Januari 2020 yang lalu.

Apa isi kesepakatan tersebut?

Mereka akan mengeluarkan platform identitas digital di seluruh dunia. Dan
Bangladesh telah ditunjuk sebagai negara perintis yang akan menerapkan
program tersebut pada tahun 2020 ini.

Saat WHO mengeluarkan status darurat pandemi global, apa kira-kira yang
mungkin dilakukan sebagai antisipasinya?

Tak lain adalah upaya vaksinasi global

(Makanya, dalam analisa saya terdahulu, vaksin COVID-19 memang sejatinya
sudah ada, tinggal dikeluarkan saja pada waktunya nanti.)

Vaksinasi global ini akan bersifat memaksa kepada semua orang karena status
gawat daruratnya tadi. Kalo perlu pakai bantuan pihak berwajib atau kalo
perlu militer, sekalian. Yang nggak mau divaksinasi, maka harus siap
dijebloskan ke penjara atau didenda, karena telah melanggar UU darurat.

Dan kalo sudah bicara vaksinasi global, siapa yang diuntungkan secara
ekonomis dengan proyek dunia tersebut? Tak lain adalah Big Pharma dan GAVI
(Global Alliance for Vaccines and Immunisation). Siapa mereka, saya pernah
mengulasnya. (baca disini)

Mungkin kalo kita yakin bila yang disuntikkan nanti hanya vaksin COVID-19
doang, kita bisa mahfum. Tapi kalo ada material yang lain?

Misalnya vaksin tersebut diberikan dengan tujuan terselubung yaitu untuk
kontrol populasi dunia yang mulai nggak terkendali jumlahnya.

Dimasa depan, tiba-tiba muncul penyakit misterius yang bisa mengakibatkan
orang-orang mati mendadak atau kejadian dimana para wanita kemudian
mendadak mandul tanpa hal yang bisa dinalar akal sehat.

Kita patut curiga, mengingat Bill Gates merupakan seorang penyokong aliran
kontrol over populasi
.

Hal ini jadi klop saat Aliansi ID2020 merekomendasikan vaksinasi sebagai
platform identitas digital.

Teknisnya?

Yang paling mungkin adalah bersamaan dengan proses vaksinasi tersebut, chip
nano juga disuntikkan pada tubuh manusia. Chip nano inilah yang kelak
digunakan sebagai penanda digital dengan sistem biometrik.

Tujuannya apalagi selain kontrol atas data pribadi orang diseluruh dunia.
Dan yang terlebih penting adalah kontrol atas uang digital yang semuanya
akan terkoneksi lewat digital ID tadi.

Jadi kalo ada orang yang berani bertindak menentang arus mainstream, maka
virus dorman yang telah disuntikkan lewat vaksinasi tadi, akan diaktivasi
dan orang tersebut bisa mati seketika. Atau mungkin juga rekening korannya
di bank diblokir sehingga dia nggak bisa ngapa-ngapain lagi.

Jangan heran bila Dr. Tadros lewat WHO jauh-jauh hari sudah mengumandangkan
seruan penggunaan uang digital sebagai pengganti uang konvensional.
“Penggunaan uang (terutama uang kertas) dapat meningkatkan penyebaran virus
Corona,” begitu kurlebnya.

Sampai sini paham ya, skenario yang mungkin dijalankan ke depannya.

Makanya, saya berkepentingan untuk memberi dukungan moril buat Jokowi
untuk menentang upaya WHO untuk menetapkan status gawat darurat pandemi
COVID-19

Dengan menetapkan status tersebut, maka akan membuka jalan badan
kesehatan dunia tersebut untuk mengobok-obok Indonesia
.

Ada baiknya pakde justru menggandeng China yang sudah berhasil keluar dari
jebakan batman yang dibuat oleh Amrik. Setidaknya, dengan merapat ke China,
langkah antisipasinya sudah berada pada jalur yang tepat.

Hopefully, this disaster will be overcome soon.

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah mantan Aktivis 98 GEMA IPB)

Sumber:
https://ndaruanugerah.com/covid-19-vaksinasi-dan-uang-digital/amp/


Files

Actions #1

Updated by Arief Putra over 4 years ago

  • Status changed from Open to Closed
  • Assignee changed from Anonymous to Arief Putra
  • % Done changed from 0 to 100

Also available in: Atom PDF Tracking page